Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa peretasan terhadap sistem pemerintahan Indonesia, yang melibatkan Platform Data Nasional (PDN), bukanlah fenomena unik yang hanya terjadi di Indonesia. Menurut beliau, peretasan terhadap sistem pemerintahan merupakan ancaman global yang juga dialami oleh banyak negara lain di dunia.

Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, pada Selasa (15/11/2022). Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia telah berhasil mengidentifikasi dan memblokir pelaku peretasan PDN, dan akan terus berupaya untuk meningkatkan keamanan sistem pemerintahannya.

“Kita di Indonesia tidak sendiri. Peretasan terhadap sistem pemerintahan, termasuk PDN, merupakan ancaman serius yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Kita harus bersatu dan bekerja sama untuk mengatasi ancaman ini,” ujar Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam memerangi peretasan siber. Beliau mengajak negara-negara G20 untuk meningkatkan koordinasi dan berbagi informasi mengenai ancaman peretasan, serta mengembangkan strategi bersama untuk menanggulanginya.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga mendorong pengembangan norma internasional yang kuat dalam ranah siber. Menurut beliau, norma-norma tersebut dapat membantu menciptakan ruang siber yang aman dan terpercaya bagi semua negara.

“Kita perlu membangun kerangka kerja internasional yang kuat untuk memastikan bahwa ruang siber dapat digunakan secara damai dan produktif bagi semua,” kata Presiden Jokowi.

Selain ancaman peretasan, Presiden Jokowi juga menyoroti isu-isu lain yang menjadi perhatian dalam forum G20, seperti pemulihan ekonomi pasca-pandemi, perubahan iklim, dan ketimpangan global. Jokowi menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk bekerja sama dengan negara-negara G20 dalam mencari solusi untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

Pentingnya Keamanan Sistem Pemerintahan

Peretasan terhadap sistem pemerintahan, seperti yang terjadi pada PDN, memiliki konsekuensi yang serius.

Pertama, peretasan dapat mencuri data sensitif negara, seperti data pribadi warga negara, rahasia diplomatik, atau strategi militer. Informasi ini dapat digunakan oleh aktor-aktor jahat untuk tujuan yang merugikan, seperti spionase, sabotase, atau bahkan terorisme.

Kedua, peretasan dapat mengganggu layanan publik yang bergantung pada sistem pemerintahan. Misalnya, peretasan terhadap sistem kesehatan dapat menghambat akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, sementara peretasan terhadap sistem pendidikan dapat mengganggu proses pembelajaran.

Ketiga, peretasan dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Jika masyarakat merasa bahwa sistem pemerintahan mereka rentan terhadap peretasan, mereka mungkin akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan institusi-institusi negara.

Oleh karena itu, keamanan sistem pemerintahan merupakan isu yang sangat penting. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tegas untuk melindungi sistem pemerintahannya dari ancaman peretasan.

Langkah-langkah tersebut dapat mencakup peningkatan keamanan siber, pelatihan staf pemerintah mengenai ancaman siber, dan kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional untuk berbagi informasi dan best practice mengenai keamanan siber.